Ketegangan di ibu kota Mesir

IDwebhost.com Trend Hosting Indonesia ~> Ketegangan di ibu kota Mesir, Kairo belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Hingga kemarin, bentrokan antara massa pendukung dan anti-Presiden Hosni Mubarak terus berlanjut.

Suara tembakan terdengar dan massa masih terkonsentrasi di sekitar depan Museum Nasional di Lapangan Tahrir, Kairo.Belum jelas darimana sumber tembakan tersebut.Namun, militer yang menjaga kawasan itu memilih menyingkir. Massa antipemerintah menolak seruan untuk menghentikan demonstrasi dan bertekad tetap bertahan di tempat itu sampai Presiden Hosni Mubarak turun. Mereka menyerang dengan batu untuk mengusir massa propemerintah dari Lapangan Tahrir. Kemarin pagi, sekitar 50 tentara diterjunkan ke Lapangan Tahrir untuk membentuk zona penengah. Tapi, kubu propemerintah lantas merusak pembatas dan melemparkan batu ke arah rival mereka. Akibatnya, kubu antipemerintah pun melakukan balasan.

Dalam 24 jam terakhir, bentrokan antardua kubu itu telah menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai 800 orang lainnya. Bentrokan bermula ketika massa propemerintah dengan menunggangi kuda dan unta berusaha menguasai Lapangan Tahrir yang selama sembilan hari terakhir menjadi konsentrasi massa yang bertujuan menggulingkan pemerintahan Mubarak yang telah berlangsung selama 30 tahun.Ulah propemerintah itu memicu amarah massa rivalnya. Bentrokan terjadi tanpa ada campur tangan militer yang berjaga di sekitar kawasan itu untuk melerainya. Sementara, tadi malam, paramedis melaporkan, seorang warga asing tewas dipukuli di Lapangan Tahrir. Belum diketahui identitas warga itu dan kelompok mana yang memukulinya. Setelah insiden tersebut,Perdana Menteri (PM) Mesir Ahmed Shafiq telah menyatakan permintaan maafnya.

“Hati rakyat Mesir berdarah,”ujarnya. Dia menandaskan akan ada penyelidikan atas insiden tersebut dan mengaku tidak tahu apakah serangan itu sudah diorganisasi sebelumnya. “Saya tidak tahu apakah itu terorganisasi atau spontan,” ujarnya. “Ada bentrokan. Dan bentrokan antar pemuda selalu saja lebih keras.Tampaknya mereka semua membawa senjata.” PM itu juga menyatakan siap turun ke Lapangan Tahrir dan bicara kepada para pengunjuk rasa.Namun, tawaran Shafiq itu langsung ditolak koalisi aktivis anti pemerintah. “Kami tidak akan menerima dialog dengan rezim itu sampai permintaan kami dipenuhi dan Presiden Hosni Mubarak turun,” ujar Amr Salah,salah satu wakil koalisi itu.“Keputusan kami sudah jelas: tidak ada negosiasi sampai Mubarak turun.

Setelah itu, kami siap berunding dengan (Wakil Presiden Omar) Suleiman.” Koalisi itu terdiri atas tokoh oposisi sekaligus peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2005 Mohamed ElBaradei, anggota kelompok oposisi Ikhwanul Muslimin, gerakan Kefaya (Perubahan) dan beberapa partai politik lain. Tak gentar dengan apa yang selalu mereka sebut sebagai kampanye intimidasi pemerintah,kelompok ini akan tetap melanjutkan rencana mereka untuk menggelar demonstrasi besar-besaran hari ini, yang mereka rancang sebagai Hari Perginya Mubarak.” Tadi malam, Suleiman meminta aparat keamanan untuk membebaskan para pemuda yang tidak terlibat tindakan kriminal. Belum ada jumlah resmi orang yang ditangkap yang diumumkan sejak demonstrasi pecah pada 25 Januari lalu.

Kematian WNI Belum Terkonfirmasi

Di bagian lain, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa belum bisa mengonfirmasi kebenaran berita kematian perempuan yang dikabarkan Warga Negara Indonesia (WNI), Imanda Amalia. Perempuan yang kabarnya bertugas sebagai staf Badan Kerja dan Bantuan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) atau UNRWA itu kemarin diberitakan meninggal dalam bentrokan di Kairo,Mesir. “Sepanjang hari ini (kemarin), baik Kementerian Luar Negeri maupun Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) terus melakukan verifikasi.

Kami juga menghubungi kantor-kantor UNRWA di Timur Tengah serta kantor perwakilan PBB di Jakarta,” terang Marty di Jakarta,kemarin. Kini Kementerian Luar Negeri telah mengumpulkan beberapa hasil verifikasi,termasuk dari Kepala UNRWA di Kairo, Mesir, Dr Abeer Al-Khraisha.“Dr Al-Khraisha menyatakan tidak ada staf UNRWA Kairo atas nama Imanda Amalia. Dia juga menginformasikan bahwa pihaknya belum mendapatkan kabar tentang adanya staf UNRWA pusat maupun cabang lain yang menjadi korban pada unjuk rasa di Mesir,”papar Menlu. Pernyataan yang sama juga terlontar dari Kepala Kantor Koordinasi Urusan kemanusiaan PBB (UN-OCHA) Jakarta.Menurut keterangan Marty,UN-OCHA menyatakan tidak ada staf WNI di kantor UNRWA Mesir.

Beberapa media sempat menyebut Imanda berkewarganegaraan Australia, namun memiliki darah Indonesia. Menurut kabar pula, jenazah Imanda akan dimakamkan di Perth, Australia. “Kami sudah menghubungi Konsulat Jenderal (Konjen) di Perth.Tidak ada yang bernama Imanda Amalia,” sahut Marty menanggapi berita pemakaman Imanda yang simpang-siur. Sementara itu, demi mengangkut WNI keluar dari Mesir, pemerintah mengirim sebuah pesawat Garuda Boeing 747-400.“Evakuasi gelombang dua dilaksanakan hari ini (kemarin).Pesawat diperkirakan tiba di Kairo sekitar pukul 18.00 waktu setempat (pukul 23.00 WIB),”terangnya.

Garuda Boeing 747-400 rencananya membawa bahan logistik ke Kairo sertamengangkut430 WNIkeluar dari Mesir. “Diharapkan mereka (430 WNI) sampai di bandara Kairo sebelum pemberlakuan jam malam (pukul 15.00 waktu Kairo),” ujar Marty.Kalau tidak ada halangan,pesawat siap diberangkatkan kembali pukul 21.30 waktu Kairo.

Pemerintah Didesak Percepat Evakuasi

Para orang tua di Yogyakarta yang anaknya menuntut ilmu di Al- Azhar Kairo, Mesir mendesak pemerintah mempercepat kepulangan mereka dan WNI lainnya ke Indonesia. Permintaan ini setelah kondisi politik negara Piramida tersebut semakin memanas.Terlebih dengan adanya bentrokan antara pendukung Presiden Mesir Husni Mubarak dengan pendemo semakin membuat para orang tua di Yogyakarta diliputi keresahan. Warga Plosokuning, Minomartani, Ngaglik,Sleman,yanganaknya kuliah diAlAzhar,Kairo,Mesir, Aliy As’ad mengatakan sebenarnya dirinya sudah merasa sedikit tenang setelah suasana di Mesir mereda sebelum adanya bentrokan pro dan kontra Mubarak meletus.

Namun saat menyaksikan berita di televisi Rabu (2/2) malam, ternyata suasana di sana semakin mencekam. Karena itu, pihaknya menjadi semakin was-was.Sehingga meminta pemerintah RI harus bertindak cepat.“Selain anak saya, ratusan mahaiswa Indonesia sekarang tengah menimba ilmu di sana. Karena itu, pemerintah harus segera mempercepat pemulangan WNI yang masih berada di sana,” tandas orang tua dari Rajif Dienal Maula yang sudah tiga tahun menimba ilmu di Al-Azhar Kairo ini,kemarin. Aliy As’ad mengatakan desakan percepatan ini, bukan tanpa alasan. Salah satunya WNI yang berada di Mesir termasuk paling banyak dibandingkan negara lain. Yaitu ada 6.000 orang lebih.

Dari jumlah itu baru sekian ratus yang sudah dipulangkan.“Karena situasi semakin memanas, sehingga semakin cepat pemulangan itu semakin baik,”tegasnya. Selain mendesak percepatan pemulangan WNI dari Mesir ke Indonesia,beberapa keluarga yang kehilangan kontak dengan saudaranya di Mesir, juga sudah membuka posko informasi. Posko tersebut dipusatkan di Kompleks Ponpes Nailul Ula Plosokuning, Minomartani, Ngaglik,Sleman. ”Jumlah mahasiswa asal Yogyakarta yang kuliah di Mesir mencapai 50 orang lebih,sehingga dengan posko informasi ini, diharapkan bisa memberikan rasa tenang bagi orang tua yang kehilangan kontak dengan anaknya di Mesir,” harap pimpinan Ponpes Nailul Ula Plosokuning, Minomartani ini.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Samingan, orang tua Khairuzam Mustaqim, salah satu mahasiswa Universitas Al Azhar asal Yogya di Mesir lainnya.Warga Dusun Mlangi, Nogotirto, Gamping, ini mengatakan meski mendapat kabar jika kondisi aman, namun dirinya tetap mengkhawatirkan keselamatan anaknya tersebut. Apalagi paska bentrok kehilangan kontak dan juga ada berita jika para mahasiswa mulai kekurangan pangan. “Kabar terakhir yang saya diterima,jika para mahasiswa asal Indonesia kini sudah terdaftar untuk pemulangan ke Indonesia.

Namun, mendapat giliran belakangan. Sebab,untuk pemulangan diprioritaskan ibu-ibu,wanita dan anak-anak,” ungkap Samingan saat di Posko Informasi, Ponpes Nailul Ula Plosokuning kemarin. Sementara itu, sejumlah sekolah di Kabupaten Kudus yang selama ini aktif mengirimkan alumninya untuk belajar di Universitas Kairo memilih menunda aktivitas tersebut seiring gejolak politik di Mesir. Beberapa sekolah di Kudus yang kerap mengirim siswanya untuk belajar di jenjang yang lebih tinggi di Mesir seperti Madrasah Aliyah (MA) NU Banat dan MA Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus. Wakil Kepala (Waka) Kurikulum MA TBS Kudus,Suwanto mengatakan seiring gejolak politik di Mesir pihaknya melakukan evaluasi perlu tidaknya mengikutkan siswanya untuk belajar di Mesir. Biasanya, siswa yang akan menuntut ilmu berangkat ke Mesir sekitar Oktober atau November.

“Beberapa hari lalu ada salah satu lembaga yang sudah mempresentasikan kegiatannya memberikan beasiswa ke Mesir. Kemungkinan besar untuk tahun ini kita akan menunda mengirim siswa ke Mesir.Kalau tahun depan mungkin baru kita perbolehkan, itupun dengan catatan kondisi di sana sudah aman,”kata Suwanto kemarin. Langkah serupa juga akan ditempuh pengelola MA NU Banat Kudus. Menurut Kepala sekolah MA NU Banat Moh Said saat ini, sudah ada tiga siswi yang sudah mendaftarkan diri untuk beasiswa S1 dari Kemenag.Mereka adalah Iis Aisyah (jurusan IPA), Noor Saidah (Program Keagamaan), dan Lilis Shofiyani (jurusan IPA).

Menurut Said meski hingga kini Universitas Kairo masih menjadi kiblat pendidikan,khususnya ilmu agama di wilayah Timur Tengah, namun pihaknya lebih mementingkan aspek keselamatan para siswinya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel